Sabtu, 16 Juni 2012

[Prolog] ALONE



"Hei tunggu!"

Aku tidak mengindahkan teriakan anak lelaki itu dan memaksa kakiku untuk tetap melangkah menyusuri jalanan komplek perumahan. Kusadari ia mengikutiku dibelakang.

"Hei! Sudah kubilang tunggu! Kau.."

Aku tetap mengabaikannya dan  kudengar napasnya terengah-engah. Bagus. Itu berarti dia sudah lelah, dan menyerah, memilih untuk di-.

"Rinaaa!!"

Oke, perkiraanku meleset. Dan justru kali ini teriakannya mempengaruhiku. Aku segera menoleh kearahnya. Saat itu juga kulihat ia tersenyum begitu bahagia, seperti habis memenangkan kejuaraan marathon. Aku menatapnya heran, tak suka.

"Darimana kau tahu namaku?" tanyaku ketus.

Dia malah membalas dengan senyum dan berusaha berjalan kearahku.

"Berhenti!" kataku dengan sedikit berteriak.

Rupanya lelaki itu menghiraukan peringatan dariku.

"Aku bilang berhenti!!! Apa kau tuli?!" kali ini aku benar-benar berteriak.

Anak laki-laki itu terkejut dan menghentikan langkahnya. Aku menatapnya geram.

"Kau belum menjawab pertanyaanku. Dariman kau tahu namaku?" tanyaku dengan tatapan setajam elang.

"Bukankah itu hal yang mudah untuk mengetahui namamu? Kita ini satu sekolah, bahkan sekarang kita menjadi tetangga. Dan kau tahu, kita sedang berdiri tepat di depan rumahku," ucapnya santai.

'Cih. Aku tidak peduli itu.' umpatku dalam hati. Yang aku peduli kan sekarang adalah bagaimana cara dia mengetahui namaku; apa temanku memberitahunya atau dari sapaan orang-orang? Aku sedang sibuk memikirkan itu hingga ku sadari dia sudah berada di depanku. Mataku membelalak ketika tahu itu. Dia menyodorkan sebuah buku, dan itu milikku.

"Ini. Tadi kau tidak sengaja menjatuhkannya," seulas senyum terlukis di bibirnya.

Ku ambil paksa bukuku yang ada ditangannya. Segera ku berbalik dan melangkahkan kaki. Namun baru beberapa langkah berjalan, aku teringat sesuatu. Aku menghentikan langkahku. Dengan nada dingin aku berkata,

"Jangan pernah mengira aku akan berterimakasih padamu. Karena memang tidak akan kulakukan. Dan karena," aku mengambil jeda sedikit.

"Aku benci laki-laki!" kali ini aku melakukan penekanan di kalimat terakhir.

Aku melanjutkan langkahku dan kali ini aku sudah benar-benar tidak peduli lagi terhadap anak itu.

^End










Tidak ada komentar:

Posting Komentar