Selasa, 30 April 2013

Complicated Love


Aku menyayangimu.
Kau menyayanginya, dia yang sudah mempunyai kekasih.
Jikalau ini sebuah drama, kau dan aku akan dipersatukan.
Cerita cinta kita seirama,
cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Namun, realita bukanlah drama.

Realita berkata lain.
Terkadang kata-katanya pun menyakitkan.
Ia berkata, bahwa kau dan aku tak mungkin bersatu.
Kita bagaikan dua tebing terpisah jurang.
Jurang itu amat luas.

Aku tidak akan pernah bisa menggapai hatimu.
Aku sendiri tahu kau terluka.
Karenanya aku dibuat bingung.
Akal sehatku berpikir untuk merelakanmu,
namun dia yg kau kagumi sudah milik orang lain.

Kemudian akal sehatku berpikir(lagi) untuk melupakanmu.
Tapi ternyata hatiku punya pikirannya sendiri.
Dia berpikir; jika melupakanmu berarti aku adalah orang jahat.
Sementara akal menjawab; tidak apa, sebab aku juga bukan siapa-siapa
bagimu.

Nisa R.I
29042013

Senin, 29 April 2013

I'll be Strong for The One I Loved

Meskipun aku sebenarnya sakit.
Meskipun aku sebenarnya lemah.
Namun, aku akan menjadi kuat untuk kau, kau yang kucinta.
Aku hanya akan merasakan indahnya saja.
Merasakan indahnya jatuh cinta.
Aku akan menepis semua luka, semua sakit.
Karena aku bukanlah Queen of Drama.
Meskipun entah mengapa, kerap kali kulihat kau bercengkrama dengannya, aku merasakan sakit itu.
Rasa sakit itu diluar kehendakku.
Namun ku coba untuk ikhlas.
Ku coba untuk menerima dan tak berharap.

Nisa R.I
30042013

Minggu, 28 April 2013

Right Here(part3)



Sebulan berselang semenjak Felice dan Austin menjadi sepasang kekasih. Namun, Felice menyadari suatu hal. Anggapannya bahwa Austin dapat menghapus Justin dari hatinya, ternyata salah. Sampai detik ini, Felice masih saja diam-diam memerhatikan Justin tanpa sadar. Memerhatikan Justin yang sedang berdiri di lokernya sembari mengobrol dengan teman-temannya. Felice menghela napas panjang. Kemudian Austin datang,

"Hey, what's the matter?" ucap Austin mengelus kepala Felice lembut.

Felice merasa sekarang waktunya untuk jujur kepada Austin, bahwa ia masih menyukai Justin.

"Austin, bisakah kita ke taman belakang sekarang? We need to talk.." Felice tersenyum tipis.

"Okay, sure." senyum Austin terkembang di wajahnya.

Mereka berjalan menuju taman belakang. Sesampainya di sana, mereka berdiri di depan air mancur kecil.

"Jadi, apa yang mau kau katakan padaku?" Austin tersenyum.

Felice menunduk resah, sambil menggigit bibirnya sesekali. Kemudian ia bertumpu pada kedua lengan Austin,

"Austin, aku.. aku minta maaf. Aku rasa kita cukup sampai disini saja." ucapnya sembari menunduk.

Austin sedikit tidak percaya, namun berusaha untuk tenang.

"Bisa kau beri tahu aku alasannya?" sekarang giliran Austin memegang pundak Felice.

"Aku.. ternyata aku masih menyukainya, menyukai Justin." Felice tertunduk lemas.

Austin perlahan melepaskan tangannya dari pundak Felice. Ia terdiam, tatapannya kosong. Felice membuka suara,

"Aku ingin bisa menyukaimu, tapi tak bisa. Aku tidak bisa membohongi perasaanku." Felice menatap Austin dengan berlinang air mata.

Mata austin memerah, tatapannya berubah menjadi geram. Ia pun mengepal tangannya. Spontan, ia mencekik leher Felice. Felice terkejut,

"Austin! Ada apa denganmu?!" ucapnya tersendat-sendat.

Beberapa saat kemudian, Austin melepas cekikannya dan beralih mencekram pergelangan tangan Felice. Kemudian ia menyeret Felice ke gudang tua. Sesampainya di sana, Austin menjatuhkan tubuh Felice di atas kursi dengan sangat keras. Felice mangaduh. Austin mencoba mengikat tangan Felice dengan tali yang kebetulan ia temukan di gudang itu.

"Austin. This isn't you!"

"Shut up!" ucap Austin yang sudah selesai mengikat tangan Felice ke belakang. Kini Austin beranjak dari tempatnya dan beridiri tepat di depan Felice,

"You don't know anything 'bout me!" mata austin membelalak tajam ke arah Felice.

Kemudian Austin mendekati Felice. Ia mencekram wajah Felice dan mendekatkan wajahnya. Jarak pandang mereka selisih 10 cm,

"Austin yang kau kenal sebagai malaikat itu, hanyalah sandiwara belaka. Dan, Austin yang sekarang ada di depanmu, adalah Austin yang sebenarnya."

Setelah selesai dengan kalimatnya, Austin melepaskan tangannya dari wajah Felice. Ia pun tertawa keras, tawa sang iblis. Kemudian ia memutar badannya membelakangi Felice.

Felice sangat terkejut. Ia terkejut melihat perubahan sikap Austin ditambah pernyataan yang dikatakannya barusan. Sesaat kemudian Austin membuka suara,

"Well, let me tell you something," ucap Austin yang kini kembali memutar badannya ke arah Felice.

Austin pun menceritakan semuanya. Semua itu di mulai semenjak dua tahun yang lalu. Ketika mereka masih duduk di tingkat 9 SMA. Saat itu Justin adalah anak baik-baik, sedangkan Austin adalah seorang bad boy. Austin seringkali berganti-ganti pasangan, berkelahi, namun ia bukan peminum.

Justin mempunyai teman masa kecil bernama Kenny. Mereka sudah sangat dekat, sampai suatu hari ketika Justin sudah mempunyai kekasih, kedekatan mereka sudah tidak seperti dulu lagi. Justin lebih sering menghabiskan waktu dengan kekasihnya. Kenny merasa sedih dengan itu. Karena sebenarnya Kenny amat sangat mencintai Justin.

Austin diam-diam memperhatikan Kenny. Sebenarnya Austin sudah lama tertarik dengan gadis itu, tapi ia tidak menggubrisnya. Sampai pada suatu hari, Austin melihat Kenny menangis karena Justin. Austin merasakan hal yang yang aneh. Dadanya terasa sakit melihat itu. Ia lebih suka melihat Kenny yang tersenyum. Mulai dari situ Austin sadar, Kenny-lah gadis yang dapat meluluhkan hatinya. Hubungan mereka menjadi dekat. Austin pun menggantikan posisi Justin yang belakangan ini sibuk dengan kekasihnya. Suatu hari, Austin menyatakan perasaannya kepada Kenny. Kenny menolaknya. Kenny bilang kalau hatinya tetap memilih Justin, meskipun Justin sudah bersama orang lain, dia rela, asalkan Justin bahagia. Hanya saj, hal yang mebuatnya menangis adalah Justin seperti sudah tidak menganggapnya ada.

Beberapa hari setelah itu, Kenny meninggal dunia. Austin mendengar bahwa penyebab kematian Kenny adalah kecelakaan. Ia dan Justin datang ke pemakaman Kenny, namun tidak bersama. Justin berangkat lebih dulu, menjemput kekasihnya. Sepulang dari pemakaman Kenny, sesampainya di rumah, Austin langsung menonjok Justin yang baru saja meletakkan gelas minumannya,
"Sekarang kau baru muncul di hadapannya setelah ia sudah meninggal?! Huh?!" Austin geram.

Justin hanya diam saja, tidak berani melawan.

"Baiklah, mulai besok dan seterusnya, kita bertukar peran! Kau menjadi aku dan aku menjadi kau. Agar kau bisa merasakan apa yang kurasakan dan Kenny rasakan!" ucap Austin tajam.

Justin melihat Austin yang tidak seperti biasanya. Austin seperti sudah dikuasai iblis. Namun, Justin merasa dirinyalah yang menyebabkan Austin seperti itu. Karenanya, Justin menurut saja dengan perintah Austin soal bertukar peran itu.

Setelah kejadian itu, Justin dan Austin pindah ke sekolah lain. Disitulah mereka bertukar peran. Di sebuah sekolah yang bernama Gliford High School, sebuah sekolah swasta yang bertempat di New York. Namun, pertukaran peran itu hanya dilakukan di luar apartemen.
***

To be continued_

Nisa R.I
28042013









Senin, 01 April 2013

Right Here(part 2)



Felicia mendengar bahwa Justin sedang tidak enak badan. Untuk itu dia memutuskan menjenguk Justin di UKS.  Belum sempat Felice masuk ke dalam, ia terkejut mendengar suara Justin dengan seorang perempuan. Senyum Felice yang menghiasi wajahnya sedari tadi, lenyap. Karena ia tahu Justin dan perempuan itu sedang bermesraan. Felice mengurungkan niat untuk masuk ke dalam. Ia memilih untuk berdiri di depan pintu UKS dan menyimak pembicaraan Justin dan perempuan penggoda itu. Ia sengaja membiarkan mereka, baru setelah itu ia berniat untuk memergoki wanita itu.

"So, apakah tidak apa-apa? Kau tidak takut jika kekasihmu itu marah?" ucap perempuan centil itu.

"Tenang saja.. Lagipula aku tidak benar-benar menyukainya." ucap Justin yang terkesan acuh.

"Mm, maksudmu?" tanya perempuan itu tak mengerti.

"Well, aku melakukan itu hanya untuk taruhan. Begitulah." ucapnya enteng.

Perempuan yang duduk di pangkuan Justin itu mengangguk mengerti. Kemudian kembali bermanja-manja ke Justin.

Kuping Felice yang mendengar itu memanas. Sebenarnya bukan hanya kupingnya saja, seluruh tubuhnya seperti dilumuri api yang siap membakar apa saja yang ada di dekatnya. Dengan tanpa aba-aba lagi, Felice masuk ke ruang UKS.

Felice berdiri tepat di depan Justin dan perempuan genit. Justin dan perempuan genit itu sama-sama terkejut. Melihat raut wajah Felice yang seperti akan membunuh mereka berdua. Namun yang paling ketakutan adalah perempuan genit itu, ia juga was-was.

"Justin, can, you, please, explain, THIS, to me?" Felice menekankan setiap kata pada pertanyaannya.

"Apa lagi yang mau di jelaskan, huh? Aku rasa kau sudah mendengar semuanya kan?" Justin menatap Felice dengan tatapan bad boy-nya.

Mata Felice panas melihatnya. Dadanya sesak. Felice kini tahu, inilah Justin yang sebenarnya. Dan penilaiannya selama ini salah. Dia memang seorang BAD BOY.

"You! Come with me!!" Felice menarik paksa tangan Justin, membawanya keluar dari UKS.

Justin melepas paksa cengkraman tangan Felice. Felice terkejut dan menoleh ke belakang, kepada Justin.

"Aku bisa jalan sendiri!" Justin meninggikan suaranya.

Felice kemudian berbalik menghadap ke depan, dan terus saja berjalan. Justin mengikuti di belakangnya.

Mereka sampai di taman belakang. Hanya ada mereka berdua di sana.

Plak!
Sebuah tamparan keras berhasil mendarat mulus di pipi Justin. Justin memegang pipi kirinya, sambil memainkan rahangnya yang di rasa pegal. Kemudian ia menatap Felice, menunggu kata-kata yang akan di lontarkan Felice. Felice juga menatap Justin, tatapan penuh emosi.

"Apa kau puas dengan semua ini?! Kau memanglah seorang  BAD BOY, Justin!!" ucap Felice geram.

"Bad boy adalah nama tengahku." jawab Justin.

Cairan bening yang sedari tadi ditahan oleh Felice itu pun pecah seketika,

"I hate you, Justin. We're over now." Felice menatap tajam Justin dengan air mata yang terus mengalir.

"Kalau begitu, kau dan aku sudah tidak ada urusan lagi mulai sekarang." ucap Justin.

Justin pergi begitu saja meninggalkan Felice sendirian di taman. Masih berdiri di tempatnya, Felice memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang membuncah di dadanya. Tidak kuat menahan rasa sakitnya, Felice memutuskan untuk duduk di bangku taman. Ia terisak kencang di situ, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hubungannya dengan Justin pun hanya bertahan selama dua minggu. Dan itu tepat hari ini.

Ketika isakannya mulai mereda, Felice mendengar suara seorang lelaki,

"I'm sorry."

Felice yakin sekali itu bukan Justin, dan juga bukan orang yang ia kenal. Karena penasaran, Felice mencoba melepaskan tangan yang menutupi wajahnya dan melirik ke asal suara. Suara itu berasal dari sebelah kanannya. Dan benar saja, lelaki itu sedang duduk di sebelah Felice. Lelaki itu bernama Austin. Felice langsung tahu namanya begitu melihatnya. Ya, karena Austin adalah sepupu Justin. Dan Austin adalah kedua populer setelah Justin.

"Minta maaf untuk apa? Ini bukan salahmu." ucap Felice sembari mengusap sisa air matanya. Dia juga tersenyum di akhir kalimatnya.

"Kau tahu, dia adalah sepupuku. Jadi, aku minta maaf sebagai sepupunya. Dia memang orang yang seperti itu. Aku juga bingung menghadapinya." Austin tersenyum setelah mengucapkan kalimatnya.

"Tapi, bagaimana kau tahu kalau yang membuatku menangis adalah Justin?" Felice sedikit heran.

"Mengenai hal itu.. aku tadi tidak sengaja melihat kalian bertengkar. Maaf, aku tidak bermaksud menguping. Hahahaha."

"Ooh.. begitu. Hahaha. Tidak apa-apa, tenang saja."

"Baguslah kau bisa tertawa, meskipun hanya tertawa kecil." Austin tersenyum lega.

"Ya, kurasa begitu."

"Ini. Mudah-mudahan kau jadi lebih tenang setelah minum ini." Austin menyodorkan sekaleng cappuccino.

"Aah, thank you very much. I hope so." Felice tersenyum manis.

Berawal dari pertemuan itu, Felice dan Austin pun akhirnya menjadi sepasang kekasih. Semenjak berpacaran dengan Austin, Felice sangat merasakan perbedaan sifat yang dimiliki Justin dengan sepupunya ini. Dan Felice berharap, semoga dengan adanya Austin, dia bisa melupakan Justin sepenuhnya.
***
To be continued_


Nisa R.I
01042013