Senin, 01 April 2013

Right Here(part 2)



Felicia mendengar bahwa Justin sedang tidak enak badan. Untuk itu dia memutuskan menjenguk Justin di UKS.  Belum sempat Felice masuk ke dalam, ia terkejut mendengar suara Justin dengan seorang perempuan. Senyum Felice yang menghiasi wajahnya sedari tadi, lenyap. Karena ia tahu Justin dan perempuan itu sedang bermesraan. Felice mengurungkan niat untuk masuk ke dalam. Ia memilih untuk berdiri di depan pintu UKS dan menyimak pembicaraan Justin dan perempuan penggoda itu. Ia sengaja membiarkan mereka, baru setelah itu ia berniat untuk memergoki wanita itu.

"So, apakah tidak apa-apa? Kau tidak takut jika kekasihmu itu marah?" ucap perempuan centil itu.

"Tenang saja.. Lagipula aku tidak benar-benar menyukainya." ucap Justin yang terkesan acuh.

"Mm, maksudmu?" tanya perempuan itu tak mengerti.

"Well, aku melakukan itu hanya untuk taruhan. Begitulah." ucapnya enteng.

Perempuan yang duduk di pangkuan Justin itu mengangguk mengerti. Kemudian kembali bermanja-manja ke Justin.

Kuping Felice yang mendengar itu memanas. Sebenarnya bukan hanya kupingnya saja, seluruh tubuhnya seperti dilumuri api yang siap membakar apa saja yang ada di dekatnya. Dengan tanpa aba-aba lagi, Felice masuk ke ruang UKS.

Felice berdiri tepat di depan Justin dan perempuan genit. Justin dan perempuan genit itu sama-sama terkejut. Melihat raut wajah Felice yang seperti akan membunuh mereka berdua. Namun yang paling ketakutan adalah perempuan genit itu, ia juga was-was.

"Justin, can, you, please, explain, THIS, to me?" Felice menekankan setiap kata pada pertanyaannya.

"Apa lagi yang mau di jelaskan, huh? Aku rasa kau sudah mendengar semuanya kan?" Justin menatap Felice dengan tatapan bad boy-nya.

Mata Felice panas melihatnya. Dadanya sesak. Felice kini tahu, inilah Justin yang sebenarnya. Dan penilaiannya selama ini salah. Dia memang seorang BAD BOY.

"You! Come with me!!" Felice menarik paksa tangan Justin, membawanya keluar dari UKS.

Justin melepas paksa cengkraman tangan Felice. Felice terkejut dan menoleh ke belakang, kepada Justin.

"Aku bisa jalan sendiri!" Justin meninggikan suaranya.

Felice kemudian berbalik menghadap ke depan, dan terus saja berjalan. Justin mengikuti di belakangnya.

Mereka sampai di taman belakang. Hanya ada mereka berdua di sana.

Plak!
Sebuah tamparan keras berhasil mendarat mulus di pipi Justin. Justin memegang pipi kirinya, sambil memainkan rahangnya yang di rasa pegal. Kemudian ia menatap Felice, menunggu kata-kata yang akan di lontarkan Felice. Felice juga menatap Justin, tatapan penuh emosi.

"Apa kau puas dengan semua ini?! Kau memanglah seorang  BAD BOY, Justin!!" ucap Felice geram.

"Bad boy adalah nama tengahku." jawab Justin.

Cairan bening yang sedari tadi ditahan oleh Felice itu pun pecah seketika,

"I hate you, Justin. We're over now." Felice menatap tajam Justin dengan air mata yang terus mengalir.

"Kalau begitu, kau dan aku sudah tidak ada urusan lagi mulai sekarang." ucap Justin.

Justin pergi begitu saja meninggalkan Felice sendirian di taman. Masih berdiri di tempatnya, Felice memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang membuncah di dadanya. Tidak kuat menahan rasa sakitnya, Felice memutuskan untuk duduk di bangku taman. Ia terisak kencang di situ, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hubungannya dengan Justin pun hanya bertahan selama dua minggu. Dan itu tepat hari ini.

Ketika isakannya mulai mereda, Felice mendengar suara seorang lelaki,

"I'm sorry."

Felice yakin sekali itu bukan Justin, dan juga bukan orang yang ia kenal. Karena penasaran, Felice mencoba melepaskan tangan yang menutupi wajahnya dan melirik ke asal suara. Suara itu berasal dari sebelah kanannya. Dan benar saja, lelaki itu sedang duduk di sebelah Felice. Lelaki itu bernama Austin. Felice langsung tahu namanya begitu melihatnya. Ya, karena Austin adalah sepupu Justin. Dan Austin adalah kedua populer setelah Justin.

"Minta maaf untuk apa? Ini bukan salahmu." ucap Felice sembari mengusap sisa air matanya. Dia juga tersenyum di akhir kalimatnya.

"Kau tahu, dia adalah sepupuku. Jadi, aku minta maaf sebagai sepupunya. Dia memang orang yang seperti itu. Aku juga bingung menghadapinya." Austin tersenyum setelah mengucapkan kalimatnya.

"Tapi, bagaimana kau tahu kalau yang membuatku menangis adalah Justin?" Felice sedikit heran.

"Mengenai hal itu.. aku tadi tidak sengaja melihat kalian bertengkar. Maaf, aku tidak bermaksud menguping. Hahahaha."

"Ooh.. begitu. Hahaha. Tidak apa-apa, tenang saja."

"Baguslah kau bisa tertawa, meskipun hanya tertawa kecil." Austin tersenyum lega.

"Ya, kurasa begitu."

"Ini. Mudah-mudahan kau jadi lebih tenang setelah minum ini." Austin menyodorkan sekaleng cappuccino.

"Aah, thank you very much. I hope so." Felice tersenyum manis.

Berawal dari pertemuan itu, Felice dan Austin pun akhirnya menjadi sepasang kekasih. Semenjak berpacaran dengan Austin, Felice sangat merasakan perbedaan sifat yang dimiliki Justin dengan sepupunya ini. Dan Felice berharap, semoga dengan adanya Austin, dia bisa melupakan Justin sepenuhnya.
***
To be continued_


Nisa R.I
01042013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar